MEMOTIVASI DISIPLIN DIRI
MEMOTIVASI DISIPLIN DIRI
Kuncinya sederhana saja. Mau tahu?
Suatu
sore di hari Minggu, Bunda mengajak Bryan, anak lelakinya yang berusia
3,2 tahun, makan ikan bakar di sebuah rumah makan di Pertokoan Maspion
Square. Seperti umumnya tempat makan, selalu tersedia sebuah pesawat
teve. Saat menikmati ikan bakar, tiba-tiba saja Bryan dengan suara
kerasnya nyeletuk, "Mama, nonton sinetron kan bikin anak bodoh ya?" Sang
bunda agak tersentak tapi lalu cepat-cepat mengangguk sambil tersenyum
dan mengusap kepala anaknya. Sempat Bunda menoleh ke arah pengunjung
lain yang menengok ke arah mereka, entah lantaran suara Bryan yang keras
ataukah karena perkataannya.
Kali lain, kisah Bunda lagi, Bryan mendapatkan sebuah goody bag
dari teman sekelasnya yang berulang tahun. Tiba di rumah, Bryan langsung
memilah sendiri mana saja snack yang tak dibolehkan dikonsumsi selama
ini karena tidak ada label HALAL. Jika ada snack baru yang belum
dikenalnya dan dia tak tahu ada-tidaknya label HALAL di bungkusnya, maka
lebih dahulu dia akan menanyakannya pada sang Mama, "Kalau yang ini
boleh enggak, Ma?" atau dia sendiri sudah bisa mengatakan, "Aku enggak
mau makanan yang seperti itu, soalnya Nggak ada label HALAL-nya."
Banyak lagi hal lain yang diceritakan Bunda tentang "kehebatan"
anak lelaki semata wayangnya itu. Bunda sangat bangga terhadap buah
hatinya. Betapa tidak? Di usia yang masih balita, sang anak sudah bisa
bersikap positif. Tentu saja, hal itu berkat asuhan dan didikan yang
konsisten dalam mengajarkan sikap/perilaku postif sejak dini. Seperti
juga dikatakan Dr Ruri, dokter Anak di Klinik dekat rumah, "Orangtua
memang harus menanamkan sikap dan perilaku positif pada anak sedini
mungkin."
Sebetulnya, lanjut Ruri, perilaku positif yang diharapkan orangtua
itu intinya adalah disiplin. "Jadi, untuk memotivasi anak agar mau
berperilaku positif adalah dengan melakukan pembiasaan-pembiasaan pada
anak. Tentunya, orangtua juga memberikan contoh dan menjelaskan perilaku
apa yang diharapkan dari anak dengan mengemukakan alasannya," kata Ruri
seraya mengingatkan orangtua agar tak lupa memberikan reward atas
sekecil apa pun usaha anak.
Namun perlu dipahami, cara ini tidak dapat dilakukan secara instan
melainkan harus terus-menerus sampai akhirnya anak mengerti. Jadi,
jangan pernah bosan untuk selalu mengingatkan si buah hati dengan nada
yang tidak memaksa dan mengancam tentunya. Ketahuilah, sikap/ perilaku
positif anak di usia dini akan membuat anak merasa percaya diri dengan
apa yang dilakukannya. "Dia merasa dirinya nyaman dan aman karena tahu
apa yang harus dilakukan. Hidup anak jadi lebih teratur dan punya
disiplin diri yang baik. Hal positif ini akan terus berlanjut hingga
usia dewasa nanti," tandas Rosdiana.
SIKAP/PERILAKU POSITIF
1. Memilih makanan sehat/tak jajan makanan sembarangan.
Mulailah dari diri orangtua sendiri, yaitu dengan selalu
menyediakan makanan sehat di rumah, tidak memberikan contoh jajan
makanan yang tak sehat semisal
beli makanan gorengan, dan sebagainya. Orangtua pun selalu menjelaskan
pada anak akan pentingnya makanan sehat serta bahayanya makanan tak
sehat yang mengandung pengawet, pewarna dan penambah rasa. Berikan
contoh-contoh dari dampaknya yang bisa anak ketahui. Penjelasan ini
tentunya harus dilakukan berulang-ulang sehingga anak mengerti. Dengan
begitu, ia akan terbiasa dan tak masalah jika tak diberi makanan yang
tak dibolehkan.
Bagaimana jika dibuatkan jadwal tertentu? Misal, hanya pada saat
weekend saja atau saat berbelanja bulanan saja, sehingga anak tetap bisa
merasakan makanan tertentu tanpa harus memuasakannya sama sekali. Hal
ini boleh saja tergantung pada kebijakan masing-masing orangtua. Begitu
pun bila orangtua memberlakukan "larangan" secara ekstrem lantaran
anaknya mengalami autisma, misal.
2. Tak asal belanja barang/ mainan.
Sebetulnya
hal ini tergantung bagaimana ketaatan orangtua dalam meluluskan atau
tidaknya permintaan anak. Ada tipe orangtua yang senang memberikan apa
pun yang dianggapnya menarik, lucu dan baik buat anak, meski si anak
tidak memintanya, Ada juga orangtua yang main gampang saja dan tak mau
repot dengan menuruti apa pun yang diminta anak daripada mendengar
anaknya merengek atau ngamuk lantaran tak dikabulkan. Nah, bila Ibu dan
Bapak termasuk orangtua tipe ini, tak heran bila si kecil akan terdorong
untuk selalu ingin membeli/belanja barang atau sesuatu sesuai
keinginannya. Padahal, dampaknya buruk buat anak. Salah satunya, anak
jadi cenderung egois dan manja. Orangtua pun akan terbebani dan
tersusahkan oleh perilaku anaknya ini.
Jadi, orangtua perlu introspeksi diri dan segera mengubah
perilakunya yang merugikan itu. Hendaknya orangtua tidak selalu
meluluskan permintaan anak. Jika ia sudah punya barang yang
sejenis/hampir sama dengan yang akan dibelinya, jelaskan, ia sudah
memiliki banyak barang tersebut. Ajarkan pula, ia boleh membeli sesuatu
yang memang dibutuhkannya. Ingatkan anak, semua yang harus dibeli
tentunya menggunakan uang yang didapat dari hasil kerja keras orangtua.
Anak harus bisa menghargainya dengan cara tidak menghamburkan uang
melainkan berhemat. Begitu pun dengan mainan/barang yang sudah
dimilikinya, anak harus bisa menghargainya dengan menjaga baik-baik dan
tidak merusaknya. Bahkan ajari anak untuk membagi barang yang
dimilikinya kepada anak-anak yang kurang beruntung.
Berikan pula pilihan pada anak untuk membeli sesuatu yang
diinginkan atau memilih waktu bersama orangtua, misalnya berenang.
Umumnya, anak usia prasekolah—bila dibandingkan anak yang usianya lebih
besar—akan lebih memilih waktu bersama orangtua. Jika bukan itu pilihan
anak, maka orangtua perlu introspeksi diri.
3. Menahan emosi.
Perilaku agresif anak seperti memukul, mencubit, melempar dan
sebagainya bukanlah perilaku menyenangkan bagi semua orang. Jika anak
bersikap agresif dan tidak diatasi, akan menghambat anak dalam
berhubungan dengan orang lain. Bukankah orangtua pun akan merasa
kesulitan? Karenanya, orangtua perlu memberikan contoh perilaku baik
yang diharapkan, selain juga menjelaskan secara terus-menerus agar anak
mengerti.
Ajari anak mengendalikan emosinya dengan cara paling efektif yaitu
pemberian time-out karena bisa menenangkan emosi anak, Jadi, saat anak
dalam kondisi marah, minta ia masuk ke dalam suatu ruangan. Pilihlah
ruang yang nyaman semisal ruang tidurnya atau lainnya. Diamkan anak
dalam ruang tersebut. Berikan waktu untuk anak mengekspresikan kekesalan
dan kemarahannya. Lamanya tergantung pada tingkat usia anak, tingkat
kemarahan dan juga kemampuan mengatasinya. Jika anak sampai
memberantakkan kamarnya, minta dia untuk membereskan kembali. Selesai
waktu time-out, beri penjelasan pada anak tentang apa yang jadi harapan
dan keinginan orangtua dari sikapnya. Juga beri pujian atau ajak anak
melakukan kegiatan bersama, semisal memasak bersama.
4. Gosok gigi.
Tak ingin punya anak kecil-kecil sudah rusak giginya, bukan? Maka
itu anak harus diajarkan menjaga kesehatan giginya. Caranya antara lain
dengan menyediakan peralatan gosok gigi dan pasta gigi khusus anak yang
menarik. Beri alasan pada anak mengapa ia harus menggosok giginya setiap
pagi sesudah makan dan sebelum tidur malam. Efektifnya, orangtua
memberikan contoh. Siapkan peralatan gosok gigi sebelum mandi pagi dan
lakukan kegiatan gosok gigi bersama sebelum tidur. Bisa juga dengan
menempelkan jadwal di papan. Jika anak melakukannya maka akan mendapat
stiker bintang/kupon kecil. Stiker/kupon ini bisa ditukarkan dengan
reward tertentu bila mencapai jumlah tertentu. Misal, ditukarkan dengan
nonton film di bioskop, buku cerita, dan sebagainya.
5. Tidak nonton sinetron dengan muatan buruk.
Jika kedua orangtua bekerja, bisa saja pengaruh ini didapat dari
kebiasaan pengasuh menonton sinetron. Tentunya, harus ada aturan jelas
yang ditetapkan bagi orang di rumah dan diperlukan kerja samanya. Selain
itu, berikan penjelasan pada anak mengapa ia tidak dibolehkan menonton
sinetron dewasa. Katakan dengan bahasa yang mudah dicerna dan dimengerti
anak, semisal bahwa tontonan tersebut tidak bagus dan bisa membuatnya
bodoh. Alihkan tontonan anak pada film-film yang memang khusus untuk
seusianya. Orangtua bisa membelikan VCD atau berlangganan televisi
kabel, umpamanya. Dengan dibiasakan seperti ini anak juga lama-lama tak
masalah bila tak menonton televisi. Juga anak tak merasa suatu keharusan
untuk menonton.
6. Bangun pagi sebelum berangkat sekolah.
Di
usia prasekolah, kebanyakan anak sudah duduk di TK dan mereka harus
bisa bangun pagi untuk bersiap berangkat sekolah. Nah, agar anak bisa
bangun pagi dan berangkat sekolah tanpa ada masalah/hambatan, maka
malamnya jangan biarkan anak tidur larut. Kemudian paginya, bangunkan
dia dengan menyetelkan lagu-lagu anak yang menyenangkan atau apa pun
yang disukai anak di pagi hari. Intinya, buatlah keramaian di pagi hari.
Perhatikan pula karakter masing-masing anak. Ada anak yang butuh waktu
lebih lama dari bangun pagi untuk mandi, ada juga yang cepat. Lakukan
pendekatan pada masing-masing anak. Motivasi bisa dilakukan pula dengan
pemberian stiker untuk kemudian ditukar dengan suatu reward. Namun, jika
anak selalu malas-malasan untuk berangkat ke sekolah apalagi sampai
mogok sekolah, orangtua perlu mencari penyebabnya. Mungkin ada masalah
di sekolahnya.
7. Punya waktu belajar.
Anak perlu memiliki sikap positif dengan mau belajar di jam-jam
tertentu. Memang, anak usia ini belum belajar dalam arti sesungguhnya
dan juga belum mendapat PR dari sekolahnya. Namun dengan dibiasakan
belajar di waktu-waktu tertentu akan mempermudah orangtua saat kelak
anak di usia sekolah. Anak akan terbiasa melakukan kegiatan belajar di
jadwal tersebut.
Cara memotivasinya dengan memberikan aktivitas atau kegiatan
belajar sambil bermain di waktu khusus belajar. Orangtua harus terlibat
di dalamnya, menemani, membantu dan juga mengarahkan. Sediakan pula
buku-buku aktivitas, semisal buku aktivitas menggambar, mewarnai,
berhitung, dan sebagainya. Lakukan secara rutin aktivitas ini. Mengingat
konsentrasi anak belum terbentuk baik di usia ini, maka tingkatkan
terus konsentrasinya dari waktu ke waktu agar anak mau melakukan
aktivitasnya dengan baik.
8. Mau membaca.
Tak menutup kemungkinan anak usia ini ada yang sudah bisa membaca.
kalaupun anak belum bisa membaca namun orangtua tetap perlu menanamkan
kebiasaan membaca sejak dini. Orangtua harus memberikan contoh dengan
suka membaca dan membacakan buku cerita atau dongeng sebelum tidur
secara rutin sehingga ada keinginan anak untuk mau bisa membaca sendiri.
Bisa juga orangtua membacakan cerita sambil bermain peran. Lama
kelamaan anak akan mau membaca. Lakukan pula kegiatan belajar membaca
sambil bermain yang bisa orangtua ciptakan secara kreatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar