Tampilkan postingan dengan label Achievement. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Achievement. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 September 2011

Berbekal Rp 2.000, Antar Saputra ke Milan

Saputra. TEMPO/Parliza Hendrawan

TEMPO Interaktif, Palembang - Saputra, siswa SMP Negeri 6 Palembang, Sumatera Selatan, berhasil menjadi salah satu dari 18 pesepakbola cilik yang akan tampil dalam The All Star Milan Junior Camp (MJC) 2011 di Milan, Italia. Atas prestasi itu, maka Putra, panggilan akrabnya, akan menjajal Stadion San Siro, markas Milan, mulai 30 Oktober-15 November 2011.


Di negeri yang disebut sebagai kiblatnya sepak bola dunia itu, Putra akan mendapatkan pelatihan sepak bola dari pelatih dan pemain top dunia asal italia. Putra mengaku bangga bisa terpiih dari belasan ribu kontestan dari seluruh Indonesia.

Keberhasilan Putra mewakili Sumatera Selatan dalam ajang MJC 2011 bukan hal yang gampang. Anak tukang cuci pakaian ini mengatakan keberhasilannya menyingkirkan sekitar 1.300 kandidat lainnya dari seluruh Sum-Sel berkat kemauan keras dan hobi bermain bola sejak masih duduk di kelas tiga sekolah dasar. Awalnya ikut seleksi hanya coba-coba.

"Saya tidak menyangka bsa menembus ke Milan karena rata-rata teman saya bermain sangat bagus,” kata Putra yang ditemui di rumah kontrakan orang tuanya, Kamis siang, 22 September 2011.

Selanjutnya, bersama enam teman sebayanya, ia pun meninggalkan Palembang untuk mengikuti seleksi nasional yang berlangsung di Gelora Bung Karno Jakarta pada 3-10 September 2011 lalu.

"Saya bisa menginjak rumput Gelora Bung Karno saja sudah sangat bangga, apalagi lolos ke Milan. Alhamdulillah, saya bersyukur," ujarnya.

Keputusan panitia seleksi yang menyebut Putra akan dikirim ke Italia sangat mengagetkan dirinya. Betapa tidak, Putra bermimpi pun tidak sama sekali untuk dapat berlatih bola di stadion legendaris Italia itu. Karena itulah, bocah kelahiran 6 November 1996 ini mengaku sangat bangga. Mengingat dia menjadi satu-satunya perwakilan Sum-Sel dari 1.300 peserta seleksi Indonesia All Star Team Challenge di Stadion Kamboja pada 28-29 Mei lalu.

Putra mengisahkan kesedihan dalam proses perjuangan beratnya menuju Milan ini. “Saya tak punya uang sama sekali untuk bekal ikut seleksi Indonesian All Star Team Challenge di Stadion Kamboja,” ungkapnya.

Pada hari pertama tanggal 28 Mei 2011, Putra mengaku tidak sempat sarapan dan hanya memegang uang Rp 2 ribu. Duit itu pun dikasih sama teman bernama Lutfi. "Alhamdulillah, dari Rp 2 ribu itu saya bisa makan siang dengan empat biji pempek sepeda," katanya. "Lumayan untuk mengganjal perut sebelum menjalani seleksi lanjutan.”

Kesedihan yang lebih mendalam berlanjut di hari kedua, Minggu, 29 Mei 2011. Ketika itu, meskipun sebelum berangkat sempat sarapan sepiring mi, dia tidak memegang uang sama sekali. “Terpaksa tak bisa makan siang. Saya sebenarnya sempat minta sama ibu, tapi tidak diberi. Mungkin ibu lagi tidak ada uang," ujar Putra terisak sembari mengaku bisa memaklumi kondisi ibunya yang hanya tukang cuci dan ayah yang sudah meninggal.

Putra terpilih dan bergabung dengan pemain berbakat dari sembilan kota lainnya, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Semarang, Malang, Makassar, Balikpapan, dan Bali. Ia mencoba untuk kembali mengingat awal keikusertaannya di ajang MJC 2011. ”Awalnya, setiap kota dipilih enam pemain berbakat. Selanjutnya, total 60 pemain menjalani seleksi nasional di Bali pada 18-21 Juni dan Jakarta 3-17 Juli lalu. Kemudian disaring kembali menjadi 18 pemain orang, termasuk saya,” kata Putra.

Keberhasilan Putra tak lepas dari dorongan orang tua tunggalnya, Juairia. Ia sangat bangga akan prestasi anaknya yang ia sebut sebagai mukjizat dari yang Mahakuasa. Lantaran selama ini Putra bermain bola tidak diikuti dengan kemampuan keuangan orang tuanya untuk membiayai setiap kebutuhan seorang siswa sekolah sepak bola. “Sekolah bola keinginan dia sendiri, biaya pun ia sendiri yang mencarinya," ujar Juairia.

Putra mengamini apa yang disampaikan ibundanya itu. Menurut Putra, untuk membiayai keperluan sehari-hari, seperti sekolah di SMPN 6 dan Sekolah Sepak Bola Pusri, ia terpaksa menjadi penjual koran keliling dari lorong ke lorong. Hingga saat ini, rutinitas itu masih dilakoni Putra sebelum berangkat ke sekolah.

Bola memang sudah begitu akrab dalam kehidupan Putra. Hampir seluruh pemain Sriwijaya FC, klub kebanggaan warga Sum-Sel, kenal dengan Putra. Keakraban itu terjalin lantaran Putra merupakan salah satu anak gawang ketika SFC tengah menggelar latihan. Selain itu, tempat tinggalnya yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari mess pemain SFC, menjadikannya kerap menjadi teman bergurau bagi seluruh pemain SFC.

Ini adalah tahun kedua MJC digelar di Indonesia. Sebelumnya, The All Star MJC Indonesia sukses menjuarai Milan Junior Camp Day Tournament setelah sukses menaklukkan pemain gabungan Italia di bawah bendera ASTI dengan skor 1-0. Saat itu, pemain berbakat asal Bali, I Putu Angga Eka, didaulat sebagai pemain terbaik, sementara Eriyanto sebagai kapten terbaik.

PARLIZA HENDRAWAN

Jumat, 09 September 2011

Hebat! Umur 19 Tahun Raih Sudah Jadi Sarjana Kedokteran

Republika - 6 jam yang lalu

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Farah Ekawati Mulyadi berhasil meraih gelar sarjana kedokteran (SKed) dalam usia 19 tahun. Farah menjadi alumni kedokteran termuda yang meraih gelar sarjana kedokterannya.
"Alhamdulillah sudah selesai sarjana kedokterannya," ujar Farah tadi malam. Farah menjadi wisudawan termuda pada acara wisuda sarjana Unhas yang digelar di Baruga AP Pettarani, Unhas, Tamalarea, Makassar, Kamis (8/9/2011).

Farah mulai masuk sekolah tingkat sekolah sejak umur lima tahun dengan menyelesaikan sekolah selama enam tahun. "Waktu SMP saya ikut kelas akselari di SMP 6 Makassar jadi di SMP cuma dua tahun," tambahnya. Selanjutnya lanjut SMA di SMA 17 Makassar.
Farah kemudian lulus di Fakultas Kedokteran Unhas dan mampu menyelesaikan kuliah selama tiga tahun untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran.

Menjadi mahasiswa fakultas kedokteran bukan berarti selalu belajar terus. Ia mengaku tidak ada hal yang istimewa yang dia lakukan dalam jadwal belajarnya. Ia juga melakukan aktivitas keseharianya sama dengan mahasiswa lainya. "Aktivitas belajarnya biasa-biasa-ji. Paling kalau ada waktu jalan-jalan ke Mall. Cara belajarnya juga santai," ujarnya.

Selain mendapat predikat lulusan termuda, Farah juga berhasil lulus dengan IPK yang cukup tinggi yakni 3,72 dengan lama studi tiga tahun. Setelah menyelesaikan gelar sarjana kedokterannya, ia kemudian akan melanjutkan coast selama dua tahun.
Ke depan Farah berharap bisa lanjut ke pendidikan dokter spesialis. "Ke depan harapannya bisa lanjut ambil spesialis penyakit dalam atau spesialis anak," katanya.

Dengan Becak, Sekolahkan Anak Hingga Jadi Dokter

Liputan6.com, Sleman: Seperti biasa, setiap pagi, Suyatno selalu mengayuh becaknya di antara keramaian jalan di Kota Yogyakarta. Profesi ini sudah ditekuni warga Terban, Yogyakarta, itu sejak 1975 silam untuk menyambung hidup sehari-hari. Sementara istri Suyatno, Saniyem, membantu menambah penghasilan keluarga dengan menjadi pemulung barang-barang bekas di rumah sakit.

Namun, Selasa (8/9) pagi, Suyatno tak mangkal di depan sebuah hotel untuk mencari penumpang seperti biasanya. Sebab, bapak empat anak ini mendapat undangan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan orangtua mahasiswa di kampus tersebut.

Dengan mengayuhkan becaknya, Suyatno datang ke kampus UGM. Kehadirannya langsung disambut pihak penyelenggara dengan memintanya duduk di kursi barisan depan. Dirinya diminta maju dan menceritakan pengalaman mengkuliahkan anaknya di UGM yang kini sudah menjadi dokter.

Saat ini, Suyatno mengaku sudah bisa tersenyum lega dan menjalani hari tuanya dengan tenang karena anak-anaknya sudah bisa mandiri. Si bungsu, Agung Bhaktiar, kini tengah menjalani program magang di Rumah Sakit Umum Daerah Kulonprogo setelah menyandang gelar dokter dari UGM.(BOG)

Rabu, 17 Agustus 2011

John Lie: Menyelundupkan Senjata untuk Republik

John Lie: Menyelundupkan Senjata untuk Republik




Matahari baru saja terbenam saat sebuah kapal hitam menyelinap keluar dari pelabuhan kecil di Phuket, Thailand. Kapal motor berwarna hitam itu tak menyalakan lampu. Di buritannya berkibar bendera Merah Putih.

Di belakang kemudi, berdiri kapten kapal John Lie. Siapakah dia?

John Lie adalah sosok legendaris dalam organisasi penyelundup senjata yang terentang dari Filipina sampai India. Jaringan ini punya kantor rahasia di Manila, Singapura, Penang, Bangkok, Rangon dan New Delhi.

Untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang masih sangat muda, kepemilikan senjata api adalah hal mutlak. Bahkan dalam perjanjian gencatan senjata Agresi Militer Belanda I,  Perdana Menteri Hatta menegaskan bahwa gencatan senjata tidak termasuk impor dan ekspor senjata oleh Republik.

Belanda tetap memberlakukan blokade terhadap Indonesia dalam rangka menghalangi kemerdekaan bekas jajahannya. Menyiasatinya, senjata diperjualbelikan dengan menembus blokade Belanda itu. Dari sanalah karier penyelundup John Lie mencapai puncaknya. Meskipun Republik muda itu tak punya dana, Lie berhasil mendapatkan senjata dengan cara barter dengan hasil bumi.

Menurut buku “The Indonesian Revolution and The Singaporean Connection”, harga senjata bervariasi. Tahun 1948, penyelundup menjual dua karabin dan ribuan magasin dengan bayaran satu ton teh. Satu senapan mesin dan ribuan magasin dihargai 2,5 ton teh, enam ton teh bisa digunakan untuk membeli enam senjata anti pesawat udara beserta ribuan magasinnya.

John Lie adalah legenda. Menurut laporan majalah Life yang terbit pada 26 September 1949,  kapal Lie yang panjangnya 110 kaki (34 meter) selalu lolos dari patroli Belanda. Mengingat kapal itu tak dilengkapi senjata, meloloskan diri bukan perkara mudah. Kapal kerap dikejar sepanjang Selat Malaka, tak jarang dibombardir dengan peluru dan bom. Empat kapal lain yang sejenis telah dihancurkan Belanda.


Kapten Lie yang saat itu berusia 39 tahun, punya siasat. Kapal hitam dengan nomor registrasi PPB 58 LB itu disembunyikannya di teluk-teluk kecil sepanjang Sumatera dengan ditutupi dedaunan. Lie dan krunya lalu menunggu dalam diam hingga kapal dan pesawat Belanda menghentikan pencariannya.

Lie bergerak dengan bantuan belasan krunya, semuanya anak muda dengan usia rata-rata 21 tahun. Mereka bekerja tanpa dibayar demi patriotisme kepada Republik Indonesia. Mereka bolak -balik membeli senjata, dan menukarnya dengan hasil bumi, seperti teh, karet dan kopi.

John Lie adalah penganut Kristen yang taat. Dalam misinya dia selalu membawa dua Injil. Satu berbahasa Inggris dan satu Belanda. Meski demikian dia tak pilih-pilih; sering juga dia memasok senjata bagi para pejuang Muslim di Aceh.

Kepada wartawan majalah Life, Roy Rowan, Lie menyatakan sumpahnya "menjalankan kapal ini untuk Tuhan, negara dan kemanusiaan."  Cita-citanya hanya satu: mengubah Indonesia yang saat itu adalah hutan belantara, menjadi taman surga. Menurutnya, tugas mengubah Indonesia menjadi surga adalah takdir Tuhan untuknya.

Pada Desember 1966 Lie mengakhiri kariernya di TNI Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Laksamana Muda. Sebelum itu, pada Agustus 1966 dia mengganti nama menjadi Jahja Daniel Dharma. Lie meninggal karena sakit pada 27 Agustus 1988.

Tahun 2009, 21 tahun setelah kematiannya, John Lie dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Gelar pahlawan nasional pertama bagi pejuang keturunan Cina.

Indonesia17: Delapan Kebanggaan Bangsa


Indonesia17: Delapan Kebanggaan Bangsa

Pilihan Pembaca Yahoo! Indonesia

Indonesia17 adalah cara kita merayakan kemerdekaan Indonesia dengan memberikan penghargaan bagi mereka yang telah membuat perbedaan — baik dengan bekerja sendirian maupun berkelompok. Karena, negeri ini tak akan maju tanpa usaha anak-anak bangsanya.

Melewati voting ketat, terpilihlah delapan kebanggaan Indonesia pilihan pembaca Yahoo! Indonesia.

Kategori Internet:  Senayan Developer Community  (684 suara dari total 1856 pemilih)
Komunitas ini membuat Senayan Library Management System atau SLiMS. Ini adalah piranti lunak yang digunakan untuk manajemen perpustakaan. Setiap orang dijamin bebas menggunakan, memodifikasi dan mendistribusikan perangkat ini.

Piranti ini membuat pekerjaan pustakawan menjadi mudah, dengan cara yang murah. Dikembangkan untuk otomatisasi perpustakaan, kini aplikasi ini sudah bisa digunakan pada perpustakaan digital. Setidaknya sudah 211 perpustakaan yang menggunakannya.

Nominasi: 
Diki Andeas, pencipta komik dan buku Chickenstrip (551 suara)
Himawan Nugroho, penggagas komunitas jejaring profesional Project Avatar (621 suara)

Kategori Olahraga: 
 Tim Seven Summit Expedition Mahitala Universitas Katholik Parahyangan (1221 dari 2764 pemilih)
Tim ini berhasil mengibarkan bendera merah putih di tujuh puncak tertinggi dunia. Keberhasilan ini adalah pertama kalinya untuk Indonesia. Mereka adalah Sofyan Arif Fesa, Xaverius Frans, Broery Andrew dan Janatan Ginting.

Ekspedisi mereka dimulai dari Puncak Carstenz di Indonesia, pada 26 Februari 2009. Selanjutnya mereka menaklukkan Kilimanjaro di Kenya, Elbrus di Rusia, Vinson di Antartika, Ancocagua di Argentina, Puncak Gunung Everest di Nepal. Terakhir, Puncak Denali, Alaska.

Nominasi:
Atlet olimpiade orang cacat Setiyo Budihartanto (775 suara)
Pembalap Rio Haryanto (768 suara)

Kategori Seni dan Budaya: 
Jecko Siompo (934 suara dari total 2618 pemilih)
Jeck Kurniawan Siompo Pui lahir di Jayapura, Papua pada 1975. Tradisi tari lokal dari aneka suku di Indonesia menjadi inspirasi terbesar karya-karya Jecko. Dia menyebut gaya khasnya sebagai animal pop, percampuran tari modern dengan gerakan tradisional yang terinspirasi tingkah laku hewan.

Jecko Siompo belajar tari di Institut Kesenian Jakarta, serta pernah mempelajari hip-hop di Portland, Maine, Amerika Serikat, dan di Jerman. Karya terbarunya berjudul We Came From The East. Selanjutnya tarian ini akan dibawa berkeliling ke Australia, Singapura, Hamburg serta Berlin.

Nominasi:
Perupa Eko Nugroho (764 suara)
Pendiri Jogja Hip Hop Foundation Marzuki Mohammad (920 suara)

Kategori Ilmu:  Maizidah Salas (668 suara dari total 1640 pemilih)
Maizidah adalah mantan TKW yang pernah disia-siakan dan tak digaji di Taiwan. Sepulang dari Taiwan, dia bertekad untuk memperjuangkan nasib para buruh. Dia kuliah sambil bekerja, lalu bergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia untuk membantu sesama TKI yang tertindas.

Perempuan kelahiran Wonosobo, 10 Februari 1976 ini membagi ilmunya dengan mendatangi para calon TKI yang tinggal di pelosok Wonosobo. Dia juga membuka sekolah gratis di kampungnya untuk menanmpung anak-anak TKI yang tak terurus.

Nominasi:
Arsitek Komunitas, kumpulan arsitek yang mendampingi warga di komunitasnya. (531 suara)
Zessi Faly, aktivis amal yang menyalurkan bantuan pada anak kurang mampu. (441 suara)

Kategori Sains: Tim Mesin ITS (956 suara dari total 1738 pemilih)
Tim Mesin Institut Teknologi 10 November merancang mobil irit bahan bakar bernama Sapuangin 3, 4, dan 5. Mobil inimendapatkan penghargaan internasional, berupa juara 1 dan 3 kategori Urban Concept Internal Combustion Engine pada Shell Eco Marathon Asia 2011. Tim ini juga menjadi pemenang pertama kategori yang sama pada 2010.

Mesin mobil yang dipakai adalah karya mereka sendiri yang diberi nama Paijo Experiment 2, dengan sistem ECU bernama IQU-TECH. Kemenangan ini membuktikan bahwa Indonesia juga mampu bersaing meski tak punya alat sebagus negara lain, misalnya Jepang dan Cina.

Nominasi:
JJ Rizal, sejarawan. (215 suara)
Haryo Sumowidagdo, fisikawan Indonesia yang bekerja di Lembaga Riset Nuklir Eropa. (956 suara)

Kategori Kata: Asma Nadia
 (1505 suara dari total 2536 pemilih)
Asma Nadia adalah penulis produktif yang telah menghasilkan lebih dari 50 buku. Perempuan kelahiran 26 Maret 1972 ini juga mengembangkan Rumah Baca Asma Nadia, perpustakaan yang menyediakan bacaan dan kegiatan yang mendidik anak-anak kurang mampu. Perpustakaan ini, bekerjasama dengan relawan di daerah, tersebar di berbagai penjuru tanah air dari Jakarta, Riau, sampai Tenggarong.

Perempuan bernama asli Asmarani Rosalba ini tak hanya menulis tapi juga mendorong para perempuan untuk membaca, dan menulis. Beberapa penghargaan diraih Asma Nadia, antara lain Adikarya Ikapi Award tahun 2000, 2001 dan 2005. Karyanya yang berjudul Emak Ingin Naik Haji sudah difilmkan.

Nominasi:
Ivan Lanin, aktivis bahasa Indonesia di internet. (586 suara)
Ahmad Yunus, jurnalis yang keliling Indonesia dengan motor. (445 suara)

Kategori Bisnis: Dharsono Hartono 
(1048 suara dari total 1893 pemilih)
Melestarikan lingkungan bukan hanya pekerjaan amal. Dharsono berusaha membuktikan bahwa konservasi lingkungan bisa dijual dan menghasilkan uang. Dia bersama teman-temannya mendirikan PT Rimba Makmur Utama yang menggarap konservasi hutan gambut Katingan di Kalimantan Tengah.

Dharsono baru akan menerima bayaran jika emisi karbon dioksida berkurang. Jika tidak, dia tak akan diberi insentif. Hingga akhir 2010, 220 ribu hektar lahan yang digarapnya telah memakan biaya konservasi milyaran rupiah.

Nominasi:
Adi Panuntun, pendiri PT Sembilan Matahari, perusahaan kreatif. (379 suara)
Donny Pramono, pendiri waralaba Sour Sally, yoghurt beku Indonesia yang go internasional. (466 suara)

Kategori Hijau: Greeneration (855 pemilih dari 1708 suara)
Greeneration adalah kumpulan anak muda yang peduli pada sekitarnya. Berdiri di Bandung pada 24 Juli 2005, Greeneration memiliki program pengelolaan sampah, kecukupan air, hemat energi dan langit cerah. Termasuk jaringan pemeta hijau, Greeneration membuat peta hijau tematik persampahan di 30 kecamatan.

Sebagai perusahaan, Greeneration memasarkan produk tas berbahan dasar nylon. Tas ini diharapkan dapat menjadi pengganti kantung kresek demi pengurangan sampah plastik. Hasil penjualan tas digunakan untuk membiayai program lain, yakni manajemen sampah.

Nominasi:
Annisa Hasanah, pencipta Ecomonopoly yang mengajarkan cinta alam pada anak. (535 suara)
Henny Cecilia Rolan, aktivis pendaur ulang sampah. (318 suara)


Tujuan acara ini adalah untuk menunjukkan bahwa masih banyak hal yang bisa dibanggakan dari negara kita. Indonesia tak cuma korupsi, tak cuma kemiskinan, tak cuma kerusuhan. Masih ada banyak hal positif yang bisa dibanggakan, karenanya, masih ada harapan untuk menjadikan tanah air tercinta kita menjadi lebih baik.
Selain secara online, Indonesia17 juga dirayakan secara offline. Perayaan serentak dilakukan oleh 30 komunitas di 25 kota melalui buka puasa bersama pada tanggal 16 Agustus 2011.

Indonesia17 dimulai dengan nominasi dari pembaca. Mulanya kami tak menyangka sambutan pembaca sedemikian meriah. Puluhan nominasi datang setiap harinya, hingga mencapai 500 nominasi selama kurang dari dua pekan.

Rupanya masih banyak sekali orang-orang hebat di luar sana yang memberikan inspirasi bagi orang lain. Mereka yang tak mengeluh, tak hanya memaki, namun langsung bertindak untuk membuat perubahan bagi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Ratusan rekomendasi ini kami mampatkan menjadi 24 nominasi pada 8 kategori. Pembaca Yahoo mengirimkan nominasinya, para akhirnya mereka juga memilih yang terbaik dengan cara voting.

Jika pilihan Anda tak masuk, jangan khawatir. Kerja keras mereka tetap memberikan inspirasi pada kita untuk bekerja dan berkarya demi kemajuan Indonesia. Seperti kata Chairil Anwar, "karena kerja belum selesai, belum apa-apa".